Zara Zettira dan Ratu Ayu Kencana Wungu

Baru-baru ini, saya membaca buku karya Zara Zettira yang berjudul Kebaya Wungu. Awalnya, saya mau menggunakan novel tersebut sebagai bahan penelitian untuk skripsi saya yang membahas mengenai permasalahan gender. Setelah saya membaca buku tersebut, saya menemukan beberapa hal yang menarik mengenai sosok tokoh Jenna dan tokoh Ibu Nisha. Zara Zettira berusaha menyatukan dua pandangan yang berbeda mengenai kodrat dan peran perempuan serta pernikahan. Dua pandangan tersebut berasal dari tokoh Jenna dan Ibu Nisha. Jenna digambarkan sebagai sosok perempuan yang memiliki cara pandang yang telah mendapatkan banyak pengaruh dari sosial-budaya yang berkembang belakangan ini. Namun, Ibu Nisha memiliki cara pandang mengenai hal tersebut yang sangat dipengaruhi oleh sosial-budaya dari ideologi patriarki.

Pada dasarnya, buku tersebut menarik untuk dibaca karena pengarang berusaha memaparkan keadaan perempuan Indonesia, khususnya Jakarta, saat ini. Mengenai hal itu pun saya menyetujuinya dan membenarkan apa-apa yang menjadi permasalahan dalam isi novel tersebut. Fenomena itu pun terjadi karena sudah ada banyaknya perempuan yang mampu berpikir dengan menggunakan akal dan nalar untuk kepentingan mereka sendiri. Perempuan sekarang sudah lebih berani dalam berpikir, mengeluarkan pendapat, dan bertindak yang didasari oleh pemikiran mereka sendiri. Namun, terkadang memang masih sulit untuk menyamaratakan pemikiran yang satu dengan pemikiran yang lainnya. Hal itu dikarenakan masih belum meratanya paham kesetaraan dan keadilan gender diberikan dan dipahami oleh berbagai pihak, terutama pihak yang terkait (khususnya perempuan).

Ada satu permasalahan yang sangat penting dalam novel Kebaya Wungu tersebut. Masalah itu pun menyebabkan saya menggagalkan rencana penelitian skripsi saya menggunakan novel tersebut. Mungkin banyak orang yang kurang peduli dengan hal ini, tetapi saya sangat memfokuskan hal tersebut karena memang hal itu menyangkut pembuatan skripsi saya.

Dalam bagian belakang sampul novel Kebaya Wungu karya Zara Zettira, dituliskan bahwa dalam pembuatan novel tersebut pengarang terisnpirasi dari nama Ratu Kencana Wungu (kutipannya sebagai berikut:
“Novel Kebaya Wungu terinspirasi dari nama Ratu Kencana Wungu yang menurut sejarah mempunyai nama asli Tribhuwana Tunggadewi di zaman kerajaan Majapahit (1328-1360).”)
Keterangan yang berada di sampul belakang novel tersebut membuat saya tertarik untuk membuktikan bahwa memang tokoh Jenna dalam novel tersebut terinspirasi oleh tokoh Ratu Kencana Wungu (Tribhuwana Tunggadewi) dalam penelitian untuk skripsi saya.

Langkah pertama saya dalam melakukan penelitian tersebut sudah tentu adalah mengumpulkan data-data mengenai siapa sebenarnya sosok tokoh Tribhuwana Tunggadewi (Ratu Kencana Wungu). Saya mencari dari berbagai literatur (internet, buku Gajah Mada karya Langit Krena Hariadi, Kitab Pararaton Ken Arok karya R. M. Mangkudimedja, Kitab Negarakretagama, dan artikel-artikel lainnya) untuk mencari mengenai siapa sebenarnya jati diri Tribhuwana Tunggadewi. Dari pencarian saya tersebut saya menemukan hal sebagai berikut.
1. Tribhuana Tunggadewi memiliki nama asli Dyah Gitarja dan memiliki nama abhiseka Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani atau Tribhuwana Wijayatunggadewi.
2. Tribhuana adalah anak pertama dari Raden Wijaya dan Dyah Gayatri Rajapatni (anak dari Raja Kertanegara – kerajaan Singosari)
3. Tribhuana adalah Ratu Putri Pertama dalam kerajaan Majapahit (raja ke-3 setelah Raden Wijaya dan Jayanegara).
4. Sumpah Palapa (Amukti Palapa) diucapkan oleh Gajah Mada pada masa pemerintahan Tribhuanatunggadewi.
5. Tribhuanatunggadewi memerintah kerajaan Majapahit pada tahun 1328 – 1350.

Dalam pencarian saya tersebut, saya tidak menemukan sedikit pun mengenai keberadaan nama Ratu Ayu Kencana Wungu yang terkait dengan Tribhuanatunggadewi. Hal itu mendorong saya untuk mencari keterangan mengenai nama tersebut melalui berbagai literatur dan internet. Saya menemukan hal yang sedikit membingungkan. Dalam pencarian saya menemukan hal sebagai berikut.
1. Ratu Ayu Kencana Wungu bernama Dewi Suhita, bukan Tribhuwana Tunggadewi.
2. Dewi Suhita adalah Ratu Putri ke-2 dalam kerajaan Majapahit (raja ke-6)
3. Dewi Suhita memerintah kerjaan Majapahit pada tahun 1429 – 1447

Sejujurnya, saya masih sangat awam untuk permasalahan di atas. Saya sangat bingung mengenai siapa jati diri Ratu Ayu Kencana Wungu yang sebenarnya. Dalam artikel yang ditulis oleh Beni Setia yang berjudul “Subordinasi Wanita dalam Damar Wulan,” saya mendapatkan dua informasi yang berlainan, yaitu:
• Informasi dari ilmuan yang mengatakan bahwa Ratu Ayu Kencana Wungu adalah Tribhuwanottunggawijayaawisynuwardhani. Perang yang dilakukan oleh Minak Jingga adalah pemberontakkan Sadeng (CC Berg).
• Informasi yang lainnya mengatakan bahwa pemberontakkan yang dilakukan oleh Minak Jingga adalah perang Paregrek (Brandes).

Berbeda dengan CC Berg, Serat Pararaton Ken Arok karya R. M. Mangkudimedja mengatakan bahwa Kitab Damarwulan tidak dapat dijadikan bukti sejarah karena telah mendapat unsur-unsur lain (fiksi). Selain itu, jika saya pikir lebih panjang lagi saya menemukan asumsi sebagai berikut.
1. Dari artikel-artikel yang saya temukan, saya mendapatkan bahwa Ratu Kencana Wungu bernama Dewi Suhita. Dewi Suhita adalah raja ke-6 (Ratu Putri ke-2) dalam kerajaan Majapahit.
2. Peperangan yang terjadi pada masa pemerintahan Ratu Ayu Kencana Wungu (Minak Jingga) lebih tepat jika dianalogikan dengan perang Paregrek, bukan dengan pemberontakkan Sadeng. Hal itu dikarenakan bahwa pemberontakkan di Keta dan Sadeng dipicu oleh Nyai Ra Tanca (istri dari Rakrian Tanca), bukan Minak Jingga. Perang Paregrek adalah pemicu kemunduran kerajaan Majapahit. Jika Ratu Ayu Kencana Wungu adalah Ratu Tribhuanatunggadewi, maka sudah tentu hal itu sangat tidak berkesinambungan. Ratu Tribhuanatunggadewi adalah ibu dari Raden Hayam Wuruk, dan masa keemasan kerajaan Majapahit terjadi pada masa pemerintahan Raden Wijaya (raja pertama) sampai Raden Hayam Wuruk (raja keempat).
3. Ratu Tribhuanatunggadewi memiliki suami yang bernama Raden Cakradhara (Kertawardhana – Bre Tumapel I), bukan seseorang lelaki yang bernama Damar Wulan.

Saya tidak mengatakan bahwa ini benar adanya, tetapi kesimpulan ini saya dapatkan melalui penelitian yang saya lakukan dengan menggunakan beberapa literatur yang ada. Saya juga akan sedikit mengomentari novel Kebaya Wungu karya Zara Zettira yang menurut saya terlalu cepat mengatakan bahwa Ratu Ayu Kencana Wungu adalah Ratu Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani (Tribhuwana Wijayatunggadewi).

Apa mungkin pernyataan tersebut berasal dari Kitab Damar Wulan? Namun, melalui literatur lainnya dikatakan bahwa Kitab Damar Wulan tidak bisa dijadikan bukti sejarah.

Sebenarnya tokoh Jenna dalam novel tersebut terinspirasi dari tokoh Dewi Suhita atau Ratu Tribhuanatunggadewi? Jika dilihat dari judulnya (Kebaya Wungu), mungkin Zara Zettira ingin merepresentasikan tokoh Ratu Ayu Kencana Wungu (Dewi Suhita) ke dalam tokoh Jenna, bukan Tribhuanatunggadewi. Berdasarkan hal tersebut, saya menyimpulkan bahwa Zara Zettira terlalu terburu-buru membuat kesimpulan mengenai siapa sebenarnya sosok Ratu Kencana Wungu atau mungkin memang Zara Zettira tidak mengetahui dengan pasti siapa Dewi Suhita dan siapa Dyah Gitarja (Tribhuanatunggadewi)???

Leave a comment